Total Tayangan Halaman

Jumat, 13 Juni 2014

"Penjelasan Prabowo Subianto Terkait Penculikan, Kerusuhan Mei - Bagian 1 Oleh Moulizie Enovall

Berikut uraian Kultwit suadara Moulizie Enoval tanggal 7 Juni 2014 melalui akun twitternya @moulizieenovall yaitu Penjelasan Letnan Jendral (Purn) Prabowo Subianto terkait Penculikan, Kerusuhan Mei 1998. 

Wawancara dari Bangkok, Thailand, Letjen TNI (Purn.)Prabowo Subianto  bicara soal penculikan aktivis, dugaan kterlibatannya dalam krusuhan13-14 Mei 1998, Serta hubungannya dengan Jendral Besar /Presiden Soeharto, Prof Habibie, dan Panglima ABRI/TNI Wiranto. Dari siaran berita di radio, Letjen TNI (Purn.) Prabowo mendengar berita rekomendasi Dewan Kehormatan Perwira (DKP) bentukan Mabes ABRI.  Ia diberhentikan dari karier militernya. Hari itu, Selasa, 25 Agustus 1998. "Saya tidak kaget," kata Prabowo. 

Sebelum DKP mulai bekerja, mantan pangkostrad ini sudah tahu hasilnya. Ia harus menepi. Adalah mertuanya sendiri, mantan presiden Soeharto, yang mengisyaratkan agar ia keluar saja dari militer. "Itu lebih baik bagi ABRI," kata Pak Harto, sekitar dua bulan sebelum keputusan itu.

Sejaklengser dari posisi presiden, 21 Mei 1998, hubungan antara Prabowo dan mertuanya merenggang.  Dia dianggap berkoalisi dengan Habibie untuk menekan Soeharto agar lengser, menilik situasi yang makin panas dimasyarakat.  Keyakinan Prabowo makin kuat saat bertemu dengan mantan Panglima ABRI Jenderal TNI (Purn.) L.B. Moerdani, pada satu acara, tak lama sblm DKP mengakhri pemeriksaannya. Di situ, Benny memberi sinyal yang sama. Karier Prabowo di militer sudah tamat

Jadi, keputusan untuk menyingkirkan saya sudah jatuh sebelum DKP dibentuk," tutur mantan Danjen Kopassus ini "Prabowo".  DKP dibentuk untuk mengusut dugaan keterlibatan sejumlah perwira tinggi ABRI dalam kasus penculikan sembilan aktivis. Sanksi diberhentikan dari karier militer, bahasa halus untuk dipecat, cuma milik Prabowo.  Mantan Danjen Kopassus Mayjen TNI Muchdi PR, penerus pssi, Prabowo yang diangkat jadi pangkostrad, pada 20 Maret 98, cuma dicopot dari jabatannya. Status militer tetap. Begitu juga Kolonel Chairawan, mantan komandan grup IV Kopassus. 

Prabowo pasrah. "Ini risiko jabatan sebagai komandan", katanya. Penangkapan aktivis terjadi kala ia masih menjabat Danjen Kopassus.  Dalam pemeriksaan terbukti, Tim Mawar yang beranggotakan 11 prajurit Kopassus pimpinan Sersan Mayor Bambang Kristiono mengaku "mengamankan" sembilan aktivis itu, untuk melempangkan jalan bagi Sidang Umum  MPR 1998.  Yang dia sesalkan, keputusan DKP justru tak pernah diterimanya langsung.

Keesokan harinya, Prabowo  menghadap ke Mabes ABRI, menanyakan ihwal keputusan itu. Dia bertemu Kasum ABRI Letjen TNI Fahroel Rozi,  salahseorang anggota DKP, yang lantas menganjurkan Prabowo bertemu Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto.  Kesempatan diberikan keesokan hari, kamis, 27 Agustus 1998. Pertemuan itu cuma berlangsung 10 menit.
Mengenang pertemuan tersebut, Prabowo mencatat reaksi Wiranto membingungkan.  Panglima ABRI ini bersikap seolah-olah  tak bisa berbuat apa-apa  untuk membantu Prabowo. "Kamukan tahu kondisinya," begitu ucapan Wiranto kepada Prabowo. 

Prabowo pun tak mau berbasa-basi. "I don't like it," katanya. Seraya menatap mata Wiranto,   Prabowo minta maaf atas kesalahan yang dibuatnya selaku prajurit ABRI. Prabowo juga pamit untuk ke luar negeri, melaksanakan umrah dan berobat.  "Saya sering mengalami kecelakaan dalam bertugas. Karena itu, saya akan menggunakan kesempatan ke luar negeri untuk berobat di Jerman," kata bowo.

Dia juga minta tolong agar surat pensiunannya dari ABRI segera dikeluarkan agar dirinya bisa membantu adiknya, Hashim Djojohadikusumo berbisnis di TimurTengah. "Saya kan perlu mencari nafkah," ujar Bowo. Surat pensiun itu akhirnya di tanda tangani  pada 20 November 1998, Sementara Tim Gabungan Pencari Fakta menyampaikan laporannya pada 3 November 1998 Itulah pertemuan terakhir dengan Wiranto.

Setelah itu, sambil mengantar anak dan istrinya, yang hendak ke Amerika Serikat, Prabowo berpamitan ke Pak Harto di Cendana. Setahun lebih berlalu. Langkah Prabowo jadi pebisnis makin mantap. Penampilannya tampak lebih santai dan terbuka. Kamis (14 Oktober) lalu, ia mampir sehari ke Bangkok dalam perjalanannya ke Boston, AS, untuk acara keluarga.   

Di Bangkok, Prabowo sempat berbincang-berbincang dengan empat wartawan dari Indonesia, Soal surat Muladi kepada Komnas HAM. Anda sebenarnya diberhentikan karena kasus penculikan atau kerusuhan 13-14 Mei 1998?  Itulah yang saya bingung. Saya diperiksa oleh DKP beberapa kali. Mungkin tiga atau empat kali.  Dan semua pertanyaan saya jawab, DKP itukan khusus menyelidiki soal penculikan sembilan aktivis. Saya "Prabowo" pribadi tidak suka menggunakan istilah penculikan karena itu kan kesalahan teknis di lapangan. Niat sebenarnya adalah mengamankan aktivis radikal agar tidak mengganggu rencana pelaksanaan SU MPR 1998. Bahwa kemudian anak buah saya menyekap lebih lama sehingga dikatakan menculik, itu saya anggap kesalahan teknis. Tanggung jawabnya saya ambil alih.  Di DKP apakah ditanyai soal pemberi perintah penculikan?| Tentu. Tapi perintah menculik tidak ada. Yang ada operasi intelijen untuk mengamankan aktivis radikal itu. Sebab saat itu kan sudah terjadi ancaman peledakan bom di mana-mana. Dalam DKP saya kemukakan bahwa perintah pengamanan itu tidak rahasia. Mereka, para jenderal yang memeriksa saya pun tahu. Itu dari atasan dan sejumlah instansi, termasuk Kodam dilibatkan. 


Benarkah Anda (Prabowo) mendapat daftar 28 orang yang harus 'diamankan' dalam konteks SU MPR? Wah, dari mana Anda (Wartawan) tahu? Tapi saya (Prabowo) memang terima satu daftar untuk diselidiki. Jadi, untuk diselidiki, bukan untuk diculik, Dari siapa Anda (Prabowo) terima daftar itu? | Saya (Prabowo) tidak bisa katakan, Semua sudah saya katakan di DKP.  Kita inikan harus menjaga kehormatan institusi ABRI. Keterangan saya di DKP ada rekamannya.

Benarkah daftar itu Anda (Prabowo) terima langsung dari RI 1, yakni presiden saat itu, Soeharto? | Saya (Prabowo) sulit menjawab. Kepada Pak Harto saya sangat hormat.  Beliau panglima saya. Kepala negara saya. Bahkan, lebih jauh lagi, beliau mertua saya, kakek dari anak saya. Bayangkan sulitnya posisi saya, tapi semua itu sudah saya sampaikan ke DKP. Anda tidak tanya pada Pak Harto daftar itu didapat dari mana? | Tentu saya tanya. Pak Harto ngomong apa pada Anda waktu memberikan daftar itu? | Ha…ha…ha…. Pertanyaan bagus, tetapi sulit dijawab. 

Kapan Anda terima daftar itu dari Pak Harto? | Beberapa hari setelah ledakan bom di rumah susun Tanah Tinggi. Apakah nama 14 aktivis yang sampai kini belum ketahuan rimbanya ada disitu? | Saya lupa. Mungkin tidak.  Itu daftar kan kalau saya tidak salah didapat dari rumah susun Tanah Tinggi. Jadi macam-macam nama orang ada di situ. Akan halnya enam aktivis, Andi Arief dkk,  itu ada dalam daftar pencarian orang (DPO), yang diberikan polisi. Yang tiga, Pius Lustrilanang, Desmond J. Mahesa, dan Haryanto Taslam, itu kecelakaan. Saya tak pernah perintahkan untuk menangkap mereka.

Semua mencari mereka yang ada dalam DPO itu. Kita dapat brifing terus dari Mabes ABRI. Kita selalu ditanyai. Sudah dapat belum Andi Arief, Tiap hari ditanya. Sudah dapat belum si ini "Andi Arief"  begitu. Kejar-kejaran semua. Itu pun, maaf ya, meski saya tanggung jawab, saya tanya anak-anak . Eh, kalian saya perintahkan nggak? BKO sampai nyebrang ke Lampung segala. Mereka ini namanya mau mencari prestasi. Tapi saya puji waktu mereka dapat, Mereka kan membantu polisi yang terus mencari-cari  anak-anak itu. Soalnya Andi Arief kan dikejar-kejar. 

Selain Anda, siapa lagi yang menerima daftar itu dari Pak Harto? Apakah betul Kapala Staf Angkatan Darat Jenderal Wiranto dan Panglima ABRI saat itu, Jenderal Feisal Tanjung menerima daftar serupa? Yang bisa saya pstikan, saya bukan satu-satunya panglima yang menerima daftar itu. Pimpinan ABRI lainnya juga menerima. Dan daftar itu memang sifatnya untuk diselidiki.
Perintahnya begitu. Seingat saya, Pak Harto sendiri sudah mengakui kepada sejumlah menteri bahwa itu adalah operasi intelijen. Di kalangan ABRI, sudah jadi pengetahuan umum. Tapi, sudahlah, kalau bicara Pak Harto saya sulit.

Apalagi saya tak mau memecah belah lembaga yang saya cintai, yakni ABRI, khususnya TNI AD.  Bukankah hubungan Anda dan Pak Harto belakangan retak? | Itu benar dan sangat saya sesalkan. Mungkin ada yang memberikan masukan kepada Pak Harto, seolah-olah saya sudah tidak loyal kepada beliau. Saya dikatakan sudah main mata dengan  Pak Habibie dan karena itu menyarankan agar Pak Harto lengser pada pertengahan Mei. Mungkin itu yang membuat Pak Harto marah kepada saya. Ironis, bukan? 

Oleh masyarakat saya dianggap sebagai status quo karena menjadi bagian dari Pak Harto. Saya tidak menyesal.  Memang saya menikah dengan putrinya. Tapi Pak Harto sendiri, dan keluarganya, justru marah kepada saya.  Benarkah Anda mengusulkan agar Pak Harto lengser? | Ya. Malah sebelum Pak Harto mundur,  setelah terjadi peristiwa Trisakti, saya pernah mengatakan kepada seorang diplomat asing. Tampaknya Pak Harto akan mundur. 

Eskalasi situasi & peta geopolitik saat itu menghendaki demikian. Saya juga kemukakan ini 1 hari setelah Pak Harto kembali dari Kairo (15 Mei 1998). Apalagi Pak Harto di Kairo memang mengisyaratkan kesediaan untuk lengser. Mungkin ada yang tidak suka saya bicara terbuka. Tapi saya biasa bicara apa adanya dan terus terang. Saya tidak suka basa basi. Mungkin di situ masalahnya. 

Kenapa akhirnya Anda mengambil tanggung jawab penculikan sembilan aktivis? Di situ saya merasa agak dicurangi dan diperlakukan tidak adil. Mengamankan enam orang ini kan suatu keberhasilan.  Wong orang mau melakukan aksi pengeboman, kita mencegahnya.  Mereka merakit 40 bom,  Kita mendapatkan 18, ada 22 bom yang masih beredar di masyarakat. Katanya yang 22 itu sudah dibawa ke Banyuwangi.  

Bom yang meledak dirusun Tanah Tinggi dan di Demak, Jawa Tengah itu kan karena anak-anak itu, para aktivis, nggak begitu ahli merakit bom. Jadi, kurang hati-hati , salah sentuh, meledak. Di Kopassus pun tidak smbarang orang bisa merakit bom. Tidak smua orang bisa. Ini ada spesialisasinya.  Saya tidak bisa bikin bom. Jadi kita ini mencegah peledakan bom di tempat-tempat strategis dan pembakaran terminal 

Soal 3 orang, memang kesalahan. Saya minta maaf pada Haryanto Taslam dan yang lain. Tapi dia juga akhirnya terima kasih Untung yang menangkap saya. Kan hidup semua. Saya mau bertemu mereka. 

Anda pernah berpikir tidak bahwa dokumen/daftar yg berasal dari rusun Tanah Tinggi itu buatan pihak yang berniat jahat?  Belakangan saya berfikir juga. Jangan-jangan dokumen itu bikinan. Dlm dokumen itu, seolah-olah ada rapat dirumah Megawati. Saya tidak bisa  dan tidak  mau menyalahkan anak buah. Saya katakan kepada mereka, you di pengadilan mau ngomong apa aja deh, saya akan ikuti. Saya diadili juga siap,Saya bilang. 

Haryanto Taslam perintahkan gak untuk ditangkap? Tidak ada. Tapi saya ambill alih tanggung jawab. Di DKP pun saya katakan bahwa anak-anak itu tidak bersalah.  Mereka adalah perwira-perwira yang terbaik. Saya tahu persis karena saya komandan mereka. Cek saja rekamannya di DKP. Tapi bahwa mungkin mereka salah menafsirkan, terlalu antusias, sehingga menjabarkan perintah saya begitu, ya bisa saja. Atau ada titipan perintah dari yang lain, saya tidak tahu. Intinya, saya mengaku bertanggung jawab.

Apa memang ada pihak yang ikut nimbrung saat itu memberikan perintah? | Bisa saja. Saya tidak tahu. Tapi tetap apa yang sudah terjadi adalah tanggung jawab saya. Tetap itu anak buah saya. Saya kan mesti percaya sama anak buah.  Makanya saya nggak apa-apa diberhentikan. Saya nggak heran. Ini risiko saya. Iya kan?  Tapi kalau kemudian saya sudah berhenti, masih diisukan ini, itu,dibuat begini, begitu. Ah…, saya merasa dikecewakan oleh Pak Wiranto.

Saya merasa harusnya dia tahu situasinya saat itu bagaimana. Dia tahu kok ada perintah penyelidikan itu. Begitu dia jadi pangab, saya juga laporkan, sedang ada operasi intelijen, sandi yudha, begini, begitu.  Kepada beberapa menteri Pak Harto ngomong bahwa itu operasi intelijen.   Tapi begitu Pak Harto tidak berkuasa, situasinya dimanfaatkan oleh perwira yang ingin menyingkirkan saya.  Apa betul AS berkepentingan agar Anda dipecat? | Tidak tahu. Tapi Cohen (Menhan AS William Cohen) kan ketemu saya juga. 

Perintahnya menyelidiki kok bisa kepeleset menculik. Bagaimana itu? Ya. Tapi dalam operasi intelijen itu kan biasanya kita ambil, ditanyai, dan kalau bisa terus dia berkerja untuk kita, Kan begitu prosedurnya. Sudahlah, itu kesalahan teknis, yang kemudian dipolitisasi. Dan memang waktu itu saya harus dihabisi.  Dulu Jenderal Soemitro dituduh terlibat Malari, mau menyaingi Pak Harto. Pak H.R.Dharsono dituduh terlibat kasus Tanjung Priok. Itu politik.  Yang kemudian naik orang yang nggak bisa apa-apa, nggak pernah bikin inisiatif dan karenanya tidak pernah bikin salah.  Lihat Prancis, itukan negara yang menjunjung tinggi hak azasi manusia, Tapi, dia ledakkan kapal Greenpeace yang mau masuk ke perairan nasionalnya.  Kalau sudah kepentingan nasional dia ledakkan itu.
  
Anda kan lama di luar negeri, besar di negara yang liberal, dan menjunjung tinggi HAM. Kok Anda tetap mentolerir gaya penangkapan/penculikan itu?Bukankah itu menjadi sorotan dunia internasional terhadap penegakan HAM di Indonesia ? 

Continued 

Sila Mention Mas  @moulizieenovall jika ingin menyanggah kultwitnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar