Total Tayangan Halaman

Kamis, 12 Juni 2014

Pendapatan Reklame Surakarta Tahun 2005 Era Walikota Joko Widodo yang tidak disetor ke kas Daerah

  1. Berikut ini merupakan Kultwit Pak @Fadlizon tanggal 2 Juni 2014 tentang Pendapatan reklame Kota Surakarta Era Walikota Joko Widodo yang tidak di setor ke kas daerah Tahun 2005
  2. Sambil menikmati malam, saya urai sedikit tentang temuan BPK thdp LKPD Surakarta thn 2005 mengenai pendapatan reklame Rp 576 Juta tidak disetor
  3. Pengelolaan uang jaminan pembongkaran (UJB) terkait dengan pemasangan reklame dan pengenaan pajak reklame di Kota Surakarta ternyata tdk disetor ke kas daerah. Tp dikelola di luar kas daerah & mekanisme APBD, yaitu di rekening terpisah, tunai, & rek pribadi
  4. UJB adalah uang titipan dari wajib pajak reklame yang dapat diminta kembali. Namun, yang dapat diminta hanya 90% dari UJB yang sdh disetorkan, dan dengan syarat: a. Reklame yang dipasang telah habis masa izin berlakunya & tidak ada perpanjangan; b. Dan wajib pajak membongkar sendiri reklamenya sebelum 15 hari setelah izin habis. Jika setelah 15 hari belum dibongkar, maka UJB dinyatakan hangus dan wajib pajak tidak dapat memintanya.
  5. Adapun, 10% UJB yang disetor wajib pajak dipakai Dinas Pendapatan Daerah untuk biaya operasional pemeriksaan penelitian & biaya pembersihan lokasi.
  6. Besaran UJB terbagi dlm dua kategori, yaitu: untuk reklame tahunan 25% dari jumlah pajak yang harus dibayar & untuk reklame insidentil 100% dari jumlah pajak yang harus dibayar.  
  7. Dinas Pendapatan Daerah mengelola setoran UJB dengan menyimpannya ke dalam 2 rekening terpisah & menyimpannya secara tunai. 
  8. Total dana yang dikelola per 31 Desember 2005 tercatat Rp 576,53 juta.
  9. Pengelolaan di luar mekanisme APBD itu dilakukan sesuai dengan SK Walkot Surakarta No. 4 Tahun 2001. 
  10. SK tersebut tentang Perubahan Keputusan Wali Kota No. 03/DRT/1999 Tentang Pedoman Pelaksanaan Reklame
  11. SK baru dari Walikota itu menyebutkan pada Pasal 32 ayat (3), yaitu untuk mempercepat pelayanan dan kelancaran pengembalian UJB reklame, Walikota menunjuk Kepala Dinas Pendapatan Daerah untuk mengelola dan mempertanggungjawabkan penggunaannya.  
  12. Di luar tiga cara pengelolaan itu, Dinas Pendapatan Daerah melalui Subdinas Pendaftaran, Pendataan dan Dokumentasi, diduga juga melakukan pengelolaan tersendiri yang terpisah untuk UJB yang tidak dapat diminta wajib pajak atau UJB hangus tadi. 
  13. UJB ini disimpan pada rekening pribadi Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendataan, yang melaporkan penggunaannya setiap bulan.
  14. Sampai 31 Desember 2005, saldonya tercatat Rp 38 juta.
  15. Seharusnya, pengelolaan UJB dilakukan melalui mekanisme APBD. Sebab penerimaan UJB termasuk kategori penerimaan daerah. Bahkan, 10% dari nilai UJB yang dipakai Dinas Pendapatan Daerah merupakan hak daerah sebagai pendapatan daerah.
  16. Kalaupun biaya tersebut akan digunakan untuk biaya-biaya operasional, maka dia hanya dapat dikeluarkan melalui mekanisme belanja APBD. 
  17. Demikian pula atas UJB yang hangus, adalah juga pendapatan daerah yang harus masuk ke dalam kas daerah, bukan rekening pribadi.
  18. Belanja yang memakai dana UJB hangus itu juga harus masuk melalui mekanisme belanja APBD.
  19. Kesimpulannya, Wali Kota Surakarta Joko Widodo telah lalai karena tak merevisi SK Wali Kota Surakarta No. 4 Tahun 2001. Hingga mengakibatkan kekeliruan pengelolaan UJB yang berpotensi merugikan keuangan negara.
  20. Wali Kota Surakarta Joko Widodo telah mendorong terjadinya praktik pemerintahan yang buruk dan tidak sehat yang membuka peluang besar terjadinya korupsi karena membiarkan Dinas Pendapatan Daerah, tanpa koordinasi dengan Kantor Keuangan Daerah. Tidak menyetorkan UJB ke kas daerah & mengelola belanjanya sendiri secara terpisah terkait dana UJB yg disimpan di rekening pribadi
  21. Wali Kota Surakarta Joko Widodo tidak cermat melakukan pengawasan terhadap jajarannya, sehingga informasi kas & belanja yang disampaikan ke publik melalui laporan keuangan keliru & tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya, karena ternyata ada arus kas & belanja yang dikelola di luar mekanisme APBD. 
  22. Atas hal itu, diduga telah terjadi pelanggaran atas PP No.105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, Pasal 7 PP tersebut menegaskan semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah dalam rangka desentralisasi dicatat dan dikelola dalam APBD. Sedangkan di Pasal 11 menyebutkan semua transaksi keuangan baik penerimaan daerah maupun pengeluaran daerah dilaksanakan melalui kas daerah.
  23. Itu sedikit uraian mengantar malam. Datanya dr BPK. Kalau ada yg kepanasan, maafkan :)
Sila mention akun Pak @Fadlizon jika anda tidak setuju dengan uraiannya. Tapi dalam menyanggah ada baiknya diikuti dengan data otentik dan relevan sehingga yang keluar bukan caci maki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar