Total Tayangan Halaman

Jumat, 30 Mei 2014

Kenapa Prabowo By Fahri Hamzah (Anggota DPR RI /Politisi Partai Keadilan Sejahtera)

Pagi di hari baik ini, saya coba twit kesan setelah sehari bersama Prabowo kemarin. (kamis 29 Mei 2014) Kemarin, saya twit #Prabowoituasli maka sekarang sedikit lebih memeriksa perjalananannya.  Perjalanan kemarin, membuat teman-teman media menjadi lebih mengerti tentang Prabowo. Menarik, Prabowo memang selama ini menjadi politisi yg banyak bekerja tanpa publikasi. Begitulah kebiasaan tentara, meniti karier tidak di bawah gemerlap kamera tapi dibawah Desing peluru.

Hanya dua pilihan, tertembak atau menembak, terbunuh atau membunuh.  Begitulah amanah negara padanya. Hidup yang tiada mudah dilalui dalam masa pancaroba. Suatu hari, sebagai mantu Presiden, ia harus pergi ke Medan tempur. Presiden memanggilnya. Seperti pengakuannya, ia menyangka akan diberi sangu, ternyata Pak Harto menitipkan kepadanya 3 pesan : ojo lali, ojo dumeh dan ojo ngoyo. (Jangan lupa, jangan sombong, jangan maksa). Orang Jawa pasti tahu makna pesan itu agar jadi pribadi stabil dan tak mudah menyerah tapi tau batas. 

Dan pesan itu tak hanya dipegangnya, tetapi juga dijadikan semboyan kesatuannya dalam menghadapi Medan. Para prajurit menghadapi masalah dengan aplikasi dari pesan itu. Mereka survive dan menjadi kesatuan terbaik. Prabowo sendiri menjadi prajurit tangguh, dan menjadi komandan yang dicintai anak buahnya. Legenda karir militernya terus menyebar terutama ketika ia menjadi DANJEN KOPSSUS. Ia memimpin pasukan paling elit yang tidak saja disegani di negeri ini bahkan disegani di negara lain. Datanglah masa-masa puncak ketika sebagai Pangkostrad arus reformasi datang. Menyapu apa yang mapan.  Prabowo ada dalam pusaran itu. Dan sampai hari ini, sebagian kontroversi masih dilekatkan padanya.  Prabowo tidak ngoyo, hidup harus terus jalan. Resiko dijalaninya dengan tetap memegang pesan orang Jawa Ojo lali, ojo dumeh, ojo gumunan. Ojo ngoyo. 

Setelah pensiun, bisnis ditekuni. Prabowo melanglang Buana, membangun kerajaan bisnisnya. Bersama adiknya Hasyim, mereka mengembangkan kemampuan dasar keluarga djoyohadikusumo turun temurun.  Mereka adalah pebisnis yang telah memulai sejak zaman jauh sebelum kemerdekaan. Bisnisnya maju dan Prabowo memulai sebuah kesibukan Baru, merintis sebuah partai politik, Gerindra. Saya harus akui, saya termasuk yang skeptis dengan partai ini awalnya. Karena saya kira tdk serius. Tapi ternyata, partai ini punya Second layer yang memiliki kapasitas manajerial dalam membangun sistem. Itulah yang menjelaskan kenapa mereka juga dapat mencapai kemenangan politik yang relatif nyata. Fadli Zon, Ahmad Muzani, Desmond, Edhi Prabowo, dan begitu banyak nama adalah aktifis lama yang mengelola Gerindra. Fadli Zon, Ahmad Muzani, Desmond, Edhi Prabowo, dan begitu banyak nama adalah aktifis lama yang mengelola Gerindra.  Gerindra telah menunjukkan kemampuannya dalam merebut hati rakyat Indonesia. Gerindra adalah pemenang dalam pemilu 2014 ini dan akhirnya mampu mengusung pimpinannya berkoalisi.

Jika kita hitung Persentase capaian kursi, maka Prabowo efek pada Gerindra! jauh lebih besar.  Maka, sesuatu yang wajar jika kemenangan Prabowo dan peluangnya nampak semakin besar. Prabowo mengatakan bahwa pencapresannya adalah panggilan pada dirinya. Pada jiwanya. Inilah panggilan Nusa, Prabowo Tak tahan melihat rintihan kemiskinan dan ketidakberdayaan bangsanya. Ia membaca Sukarno, bahwa keluhan Sukarno 80 tahun lalu masih menjadi keluhan kita hari ini.  Ini yang ditulis, dalam buku hadiah Rachmawati Sukarnoputri padanya, "Di bawah Bendera Revolusi". Sukarno mengeluhkan kita masih menjadi bangsa konsumen dan kita mengimpor hampir semua yang kita konsumsi.   Orang-orang Indonesia masih menjadi kuli! dan kuli di antara bangsa-bangsa. Prabowo berteriak seperti Sukarno

Apakah kita tidak punya hak untuk menjadi kaya dan menjadi tuan di negeri sendiri?  Rasanya, memang ada yang aneh, kenapa pertanyaan penting ini tiba-tiba terdengar aneh? Apakah kita memang sudah salah jalan? Ataukah memang idealisme tidak diperlukan lagi? Apakah perjuangan telah usai? Globalisasi telah menang dan marilah kita bertekuk lutut? Inilah panggilan yang mengguncang dadanya. Dia membaca Sukarno masih relevan. 

Kalau bicara karakter Prabowo, lebih baik disimpulkan di awal bahwa ini orang terlalu mandiri sejak awal. Itulah yang membuatnya nampak kuat dan matang. Karena apa yang dia capai bukan kebetulan-kebetulan. Apa yang dicapai bukan hadiah orang. Dia adalah dirinya sendiri, dia bukan boneka orang. Itulah satu-satunya alasan kekuatan siluman hitam pengendali negara tidak suka dengan dia. Prabowo terlalu mandiri. Maka segala cara digunakan untuk menghadangnya. Tetapi dasar orang baik yang dan bekerja lurus. Sulit mencari kesalahan Prabowo. Karena hidupnya disiplin. Dia orang tempur dan terbiasa dengan presisi.  Satu-satunya fitnah kepada Prabowo adalah peristiwa lebih 16 tahun lalu. 

Kasus penculikan aktifis itu seolah menjadi dosa Prabowo. Padahal semua tahu bahwa proses hukum yang terbuka sudah selesai. Secara ksatria Prabowo menerima sikap institusinya demi keutuhan TNI. Saya bicara dengan Desmond, dkk. Orang-orang yang dituduh diculik Prabowo.  Mereka berbalik menjadi pendukung setia Prabowo justru karena melihat karakter ksatria dan setia. Prabowo itu asli, itu kesan saya dan kesan semua orang yang berani mendekati Prabowo. Dari jauh orang menghasut kita bahwa orang ini berbahaya, dll. Tapi begitu kita dekat dan berbicara, kita makin dekat. Tentu "kita" dalam pengertian mereka yang peduli dengan karakter, bukan mereka yang penuh kepalsuan. Karena ada figur lain yang seolah dekat merakyat, tetapi justru jika kita semakin mendekat makin nampak bahwa dia palsu.  Sekali lagi, "kita" dalam definisi itu adalah kita yang jujur dan lurus, bukan penipu bertopeng. Kalau kita sempat bertanya, kepada Megawati suatu pertanyaan yang harus dia jawab jujur. Tentu semua jadi jelas. Pertanyaan itu adalah, "siapakah yang lebih mirip karakter Bung Karno di antara para calon Presiden?". Kita bukan anak biologis Bung Karno! tetapi dia pahlawan kita semua.

Dan sejarah yang kita baca, membuat kita tahu bahwa Prabowo lebih dekat pada karakter proklamator kita itu. Bung Karno dan Prabowo memiliki banyak kesamaan. Pertama, memiliki orang tua kombinasi Jawa luar Jawa. Bung Karno, memiliki ibu dari Bali dan Prabowo memiliki ibu Manado. Keduanya memiliki bapak Jawa. Memiliki darah sama-sama mendidih jika sudah menyangkut harga diri dan kehormatan bangsa Indonesia. Berbicara keras apa adanya dan memiliki kepribadian terbuka, fair dan cuek. Saya menonton sebuah video dokumenter yang menggambarkan suasana-suasana informal Bung Kano.

Karakter Bung Karno saya bisa katakan melalui observasi itu dimiliki oleh figur Prabowo Subianto sekarang.  Karena itu, menarik mendengar jawaban Prabowo kemarin, terkait pertanyaan wartawan Jawapost soal kudeta militer. Karena itu, menarik mendengar jawaban Prabowo kemarin, terkait pertanyaan wartawan Jawapost soal kudeta militer.  Prabowo bahkan mengajak untuk memantapkan keyakinan kepada demokrasi. Karena memang dia seorang Demokrat. Kata Prabowo, kekuasaan yang tidak diberikan oleh rakyat adalah kekuasaan yang tak akan bertahan lama.  Karena itu, kudeta bukan hanya tidak sah atas pemerintahan demokrasi. Tetapi juga pengkhianatan atas suara takyat. "Saudara harus baca sejarah TNI, karena TNI adalah tentara rakyat. TNI kita adalah militer yang mendengar rakyatnya", tidak banyak militer di dunia ini yang mau keluar dari politik secara sukarela dan itu dilakukan oleh militer kita".  

Demikian juga ketika ditanya tentang masa depan kebebasan pers. Jika Prabowo menjadi Presiden. Saya kira wartawan banyak yang kaget, karena Prabowo bukan saja menggaransi tapi juga meyakini. "Kebebasan pers adalah mutlak jika kita menghendaki adanya kemajuan, mengekang kebebasan publik adalah sama dengan membunuh hak kita untuk maju dan mendapatkan yang terbaik, bbiarlah ide beradu secara merdeka sehingga rakyat mendapatkan pilihan terbaik". Penjelasan ini, ditutup oleh penjelasan tentang apakah Prabowo akan memimpin secara otoriter.? "Saya tidak bisa otoriter, karena ada saudara", menunjuk kepada wartawan, Saya langsung menyambar dengan berteriak agak keras, "ada saya (Fahri H), ya, ada anggota dewan yang galak seperti saudara", tambah Prabowo, inilah saya, kata Prabowo. Tapi saya kalau disuruh merubah gaya saya tidak bisa". "Saya ini Jawa tapi Banyumas. Luar keras tapi hati lembut". Disambut tawa wartawan dan teriakan "hidup Prabowo!

Gaya orang Indonesia tidak bisa kita paksa dan adili. Karena kita kadung sdh jadi bangsa besar dan beragam. Kita memerlukan karakter kuat pemimpin. Kita memerlukan karakter yang berguna bagi rakyat.  Kita tidak perlu orang yang sopan santun bagi citranya sendiri tapi berkhianat kepada rakyat. 

Sekian, untuk lebih jelas dan ingin membantah uraian Bang Fahri sila mention ke akun @Fahrihamzah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar