Perdebatan kenaikan
harga BBM meningkat sejak keluarnya kebijakan pengurangan pasokan harian BBM bersubsidi 18 Agustus 2014 yang lalu. Pertamina memangkas kuota harian
premium sekitar 5% dan solar sekitar 10% dari rata-rata harian 80.000
kiloliter/kl. Pengurangan pasokan merupakan pembatasan penyaluran BBM
bersubsidi agar kuota dalam APBN-P 2014 sebesar 46 juta kl tidak terlampaui. Sebab,
hingga 31 Juli 2014 konsumsi BBM bersubsidi telah mencapai 26,8 juta kl, atau
sekitar 58%.
Menurut
Pertamina jika pembatasan tidak dilakukan kuota akan terlampaui sekitar 1,35
juta kl. Hal ini membutuhkan tambahan anggaran subsidi sekitar Rp 10 triliun. Tentu
saja tambahan anggaran tersebut menjadi beban APBN yang akan defisit sekitar
2,4% terhadap PDB. Beban anggaran dapat saja berkurang jika pemerintah
mengambil kebijakan tak populer, menaikkan harga BBM. Misalnya jika naik Rp
1000 per liter beban subsidi berkurang Rp 48 triliun, atau jika naik Rp 2000
per liter beban berkurang Rp 96 triliun.
Penentuan
harga BBM merupakan kebijakan yang menjadi objek pertarungan citra politik
antar partai yang berlaku selama ini. Dalam konteks kebutuhan penaikan harga di
atas,mka pertarungan mnjaga citra antra SBY, dg Jokowi, tak dapat dihindari Sejak
awal Agustus 2014 SBY sudah menekankan bahwa hingga 20 Oktober 2014 pemerintah
tidak akan menaikkan harga BBM. SBY berkepentingan menjaga citra politik hingga
lengser tanpa meninggalkan kebijakan tidak populer yang menyengsarakan.
Untuk
mendukung kebijakan ini, SBY mengatakan pemerintah hanya menjalankan perintah
UU No.12/2014 tentang APBN-P. Selain itu, SBY berargumentasi dibutuhkan banyak
persiapan, termasuk jaring pengaman sosial, jika BBM akan dinaikkan. Setelah
pertemuannya dengan Jokowi di Bali (28/8/2014), SBY kembali menyatakan tidak
akan menaikkan harga BBM. SBY mengingatkan pemerintah tidak ingin membebani
rakyat terlalu tinggi. Apalagi harga minyak dunia justru sedang turun. Guna mengurangi
defisit anggaran,SBY mengatakan telah menaikkan harga BBM, gas &tarif
listrik, sehingga alasan menaikkan BBM tidak kuat. Setelah ditekan
bertubi-tubi, SBY pun mengingatkan saat bersiap memimpin pada 2004 lalu,
dirinya tidak pernah mendesak Megawati. meskipun gap harga BBM subsidi diakhir
masa megawati saat itu sangat besar.
Karena tak
ingin citra politiknya hancur Jokowi dan koalisi pendukung, terutama PDIP,
meminta SBY untuk segera mengumumkan kenaikan. Jokowi meminta SBY menaikkan harga BBM sebelum
mengakhiri jabatan. Ya kalau bisa bagi-bagi (naikkan harga BBM) lebih baik,”
katanya seusai peringatan HUT RI (17/8/2014). Joko pun sempat menawarkan untuk
mengumumkan bersama. Joko beralasan kenaikan harga BBM diperlukan untuk
menambah ruang fiskal.
Bahkan cawapres terpilih, JK, mengatakan
bahwa negara bisa bangkrut jika harga BBM tidak dinaikkan. .Fraksi PDIP
mengecam SBY karena melempar tanggung jawab. Sikap politik PDIP di atas
bertolak belakang dengan pendirian selama menjadi oposisi pemerintahan SBY. PDIP
selalu menolak, bahkan saat kenaikan harga BBM masih direncanakan. Pada 2012
misalnya, DPP PDIP menginstruksikan jajaran partai agar memasang spanduk
menolak kenaikan harga BBM di seluruh Indonesia. Pada
2013, PDIP kembali ke barisan terdepan bersuara lantang menolak. Tidak sekadar
menolak, pdip juga merumuskan postur APBN-P 2013 versi sendiri,berikut
menerbitkan buku putih PDIP menolak kenaikan harga BBM.
Sikap selalu menolak kenaikan harga BBM
hampir 10 tahun berhasil membuat PDIP meraih kursi terbanyak di DPR dan
memenangkan pilpres 2014. Kebijakan BBM
bersubsidi sebagai objek pencitraan politik berhasil meningkatkan elektabilitas
PDIP dimata rakyat. .Namun dengan sikap menekan SBY untuk menaikkan harga BBM
akhir2 ini,sebenarnya secara objektif PDIP fham harga BBM memang harus
dinaikkan. Artinya, PDIP telah bersikap hipokrit dan sikap penolakan selama ini
lebih karena kepentingan pencitraan.
Bahkan sebulan terakhir,
PDIP dan Jokowi telah secara secara vulgar memblow-up kebijakan pembatasan
penyaluran BBM..Mereka juga menggalang opini publik, guna memaksa SBY menaikkan
harga BBM. Sikap hipokrit ini mempertegas betapa pertimbangan kepentingan
politik sangat dominan dalam kebijakan BBM bersubsidi. Hal ini juga menunjukkan
politik telah digunakan scara tidak bertanggungjawab demi meraih kekuasaan,
termasuk dengan melakukan kebohongan. .Sebelum memerintah PDIP dan Jokowi
mengecam kebijakan pemerintah yang ingin menaikkan harga BBM.
Namun giliran akan
berkuasa, justru mendorong pemerintah untuk menaikkan harga BBM Kenapa PDIP dan
Jokowi tidak bersikap ksatria dan melakukannya sendiri? Jika buku saku putih
yang diterbitkan PDIP pada 2013 benar dan objketif, tentu PDIP tidak perlu
repot menekan SBY. Dengan menekan SBY, terbukti bahwa buku tersebut tidak
konseptual tetapi hanya alat pencitraan. Setelah SBY menyatakan ditekan oleh
partai besar (PDIP) dan menegaskan tidak akan menaikkan harga BBM serta karena
gencarnya kecaman atas sikapnya yang hipokrit, PDIP dan Jokowi berubah dan
berupaya memperbaiki sikap.
Jokowi misalnya
mengatakan akan melakukan perhitungan dan simulasi berapa dan kapan harga BBM
akan dinaikkan. JK mengatakan: “Nanti setelah 20 Oktober akan kami putuskan.
Menaikkan harga BBM itulah pilihan yang harus kita buat” (31/8) Megawati pun
ikut bersuara dan menolak kalau dikatakan PDIP tidak konsisten. Namun sejumlah
kalangan PDIP mencoba memperbaiki citra dengan bersikap lain. Anggota Komisi XI
dari Fraksi PDIP, Maruarar Sirait menyatakan dirinya menolak pengurangan
subsidi BBM
Menurut Maruarar, masih
banyak langkah yang bisa dilakukan mengatasi ruang gerak RAPBN 2015 tanpa harus
merubah subsidi BBM. .Begitu pula dengan Anggota DPR PDIP Rieke Diah Pitaloka
(Oneng) yang menyatakan menolak rencana kenaikan harga BBM oleh Jokowi-JK. .Kita
tidak tahu apakah sikap penolakan kedua anggota DPR di atas memang objektif
atau hanya untuk pencitraan. Namun rakyat perlu memahami bahwa koalisi
pendukung Jokowi-JK adalah satu kesatuan sehingga sikap yang diambil koalisi
melalui Capres-Cawapres terpilih, termasuk Maruarar dan Rieke, juga adalah
satu. Mereka akan menaikkan harga BBM!
Karena itu kita yakin pernyataan Maruarar dan Rieke pun hanya untuk pencitraan.
Ke depan rakyat harus lebih cerdas&tidak memilih partai hipokrit.Kita pun
berharap partai-partai untuk bertanggungjawab, bebas dri kebohongan #end
Tidak ada komentar:
Posting Komentar