Oleh: Roy Daroyni
Untuk
menghasilkan power yang begitu besar tentu mesin F1 harus
banyak mengonsumsi energy. Pada
kenyataannya, energy yang terkonsumsi
bukan hanya besar karena besarnya kebutuhan energy untuk ngebut tetapi energy yang terbuang pun tak kalah
banyaknya, bahkan jauh lebih besar dari pada energi yang termanfaatkan. Bahan
bakar sebanyak 50 liter dihabiskan tidak lebih dari 15 lap saja, atau sekitar
70 km jika panjang sirkuitnya 4,5 km. Ke mana sajakah energi itu hilang?
Dalam konversi energi, biasanya
besarnya energi yang dikonversi selalu sejalan dengan besarnya energi yang
terbuang. Dengan kata lain, semakin tinggi output
power yang diharapkan, semakin kecil
pulalah efisiensi mesinnya. Mesin mobil F1, seperti halnya mesin mobil biasa,
memiliki 3 jenis efisiensi, dibawah ini akan dibahas masing-masing jenis
efisiensi.
Efisiensi panas (thermal) adalah efisiensi pembakaran
bahan bakar. Pembakaran ini adalah cara mengubah energi potensial yang
sebelumnya terkandung dalam bahan bakar menjadi energi panas dan tekanan yang
akhirnya mendorong sistem piston maju mundur dan akhirnya menggerakkan mobil.
Pada mobil biasa,
besarnya efisiensi panas (thermal) ini adalah sekitar 35% saja, atau dengan kata
lain hanya 35% dari energi yang terkandung dalam bahan bakar yang bisa
dimanfaatkan untuk memutar mesin. Mobil F1 punya efisiensi panas yang lebih
kecil karena tingginya rpm yang dihasilkannya. Putaran mesin yang tinggi akan
menghasilkan panas yang juga tinggi dan tentu saja panas tersebut harus dibuang
untuk mencegah kerusakan material mesin dan komponen-komponen di sekitarnya.
Membuang panas sebetulnya adalah membuang energi karena panas adalah energi.
Efisiensi panas juga
sebanding dengan rasio kompresi. Mobil-mobil modern biasanya mendesain mesinnya
dengan rasio kompresi yang tinggi agar efisiensi panasnya juga tinggi. Mesin F1
justru memiliki rasio kompresi yang relatif rendah agar mampu menghasilkan rpm
yang tinggi. Rasio kompresi yang relatif rendah ini membuat efisien thermal mesin F1 lebih rendah lagi.
Rendahnya efisiensi thermal juga bisa disebabkan oleh tidak terbakarnya
sebagian bahan bakar. Mesin F1 mempunyai kecendrungan yang besar akan hal ini
sebab RPM-nya yang tinggi membuat durasi pembakaran yang amat singkat. Padahal
“prosesi” yang harus dilalui dengan bahan bakar sebelum terbakar cukup banyak.
Dimulai dengan pencampuran dengan udara, lalu penempatan (kompresi), dan
kemudian oleh busi.
Karena tingginya rpm,
sema proses pra-pembakaran diatas harus dilakukan dengan cara
sesingkat-singkatnya. Salah satu cara mengurangi kerugian ini adalah mendesain
saluran masuk udara (intake manifold dan
runner) sedemikian rupa bentuknnya
sehingga udara yang masuk ke dalam silinder mempunyai gerakan berpusar (swirl). Efek swirling ini penting karena meningkatkan kecepatan udara untuk
bercampur dengan bahan bakar.
Efsiensi mekanis adalah
perbandingan power yang tersalur ke
roda terhadap power yang dihasilkan oleh pembakaran. Power yang dihasilkan dari pembakaran
bahan bakar di atas, tidak sepenuhnya tersalur ke roda karena dalam perjalanannya
mengalami kerugian-kerugian mekanis yang disebabkan oleh adanya
gesekan-gesekan.
Dimulai dari piston
yang menggesek dinding silinder, lalu gesekan pada connecting-rod atau batang yang menghubungkan piston dengan poros
engkol (crankshaft). Poros engkol sendiri
pun punya gesekan pada dudukan bearing-nya.
Setelah itu, power juga berkurang
akibat gesekan pada kopling dan kemudian ada pula gesekan pada kontak antara
gigi-gigi pada roda-gigi di girboks.
Gesekan-gesekan itu
semua menghasilkan panas dan itu artinya sama dengan membuang energi. Efisiensi
mekanis mobil F1 amat rendah karena banyak factor. Pertama banyaknya jumlah
silinder (10 silinder, 8 silinder dan sekarang 6 silinder) membuat gesekan
dengan silinder con-rod dan crankshaft menjadi banyak pula. Kedua,
dengan rpm mesin yang tinggi berarti juga terjadi gesekan yang lebih dalam
durasi waktu tertentu. Ketiga Girboks dengan tujuh tingkat percepatan juga
menghasilkan lebih banyak gesekan pada girboks.
Efisiensi mekanis dapat
ditingkatkan dengan pemakaian oli yang berkualitas. Oli yang baik akan melumasi
dua permukaan yang saling bergesekan sehingga gesekan tidak menimbulkan panas
yang berlebihan dan kedua permukaan bisa terlindungi dari aus yang tidak
terkontrol.
Efisiensi volumetrik
adalah parameter yang membandingkan massa udara actual yang terhisap ke dalam
silinder terhadap massa udara teoritis yang semestinya dapat terhisap.
Logikanya, semakin banyak udara yang dapat dihisap oleh mesin, semakin banyak
pula jumlah bahan bakar yang dapat di injeksikan sehingga power yang dihasilkan juga meningkat. Namun, menghisap bukanlah
pekerjaan yang mudah dan selalu lebih sulit daripada meniup karena kecilnya
perbedaan tekanan yang ada.
Massa udara teoritis
yang dimaksud adalah massa udara yang mirip dengan volume mesin pada suatu
temperature tertentu. Contoh, secara teoritis, pada temperature 1500C,
setiap perubahan volume total mesin F1 adalah 2400 cc dan terbagi pada 8
silinder, tiap silinder mestinya mampu menghisap udara seberat 0,348 gram tiap
dua kali putaran poros.
Pada kenyataannya,
massa udara yang terhisap tidaklah sebanyak itu karena udara banyak sekali
mengalami kerugian tekanan (pressure loss)
dalam perjalanannya menuju silinder. Pertama, udara mengalami gesekan pada
dinding saluran masuk, lalu bergesekan lagi dengan lubang katup yang sempit.
Semakin sempit katup masuk semakin besar pressure
loss.
Hambatan lain adalah
pendeknya massa bukaan katup yang amat singkat (hanya sekitar 10 milidetik pada
rpm maksimum) padahal udara (seberapa pun ringannya) juga mempunyai inersia
yang membuatnya membutuhkan waktu untuk masuk ke silinder. Masalah lain adalah
panasnya temperature di dalam ruang mesin. Sifat udara yang mudah memuai
membuatnya mengalami penurunan massa jenis yang signifikan setiap kenaikan temperature.
Efisiensi volumetric
bisa ditingkatkan dengan beberapa cara, seperti pemanfaatan turbocharger untuk menempatkan udara dan
pemakaian intercooler untuk
mendinginkan udara sebelum masuk ke dalam silinder. Namun sayang, kedua cara
diatas dilarang FIA. Satu-satunya cara yang dapat di manfaatkan oleh para
insinyur F1 adalah dengan memperbesar katup isap sehingga udara dapat masuk ke
dalam silinder dengan lebih mudah.
Dengan rendahnya
ketiga jenis efisiensi di atas, mesin F1
sesungguhnya adalah “mesin pembuang energi”. Energi yang termanfaatkan menjadi
kecepatan mobil tidak lebih dari 20% dari energi total yang terkandung dalam
bahan bakar. Kerugian ini masih ditambah dengan kerugian aerodinamika saat
mobil melaju kencang. Pada kecepatan tinggi, hanya 2/3 dari power mesin yang bisa dimanfaatkan untuk
menambah laju mobil. Sepertiga sisanya adalah power untuk mengatasi hambatan angina yang bisa lebih dari 600 kgf
ata lebih dari bobot total mobil itu sendiri.
Sekian.
Sumber : Majalah F1 Racing Edisi
Februari 2013 pada halaman 94-95.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar