Total Tayangan Halaman

Jumat, 12 September 2014

Pilkada Langsung atau melalui DPRD oleh Haz Pohan

Manteman, mari kita mulai bahas tentang pilkada apakah langsung atau oleh DPRD yang kian ramai di politik nasional kita. Ini salah satu isu peninggalan pilpres 2014 yang telah membelah masyarakat dan menghasilkan 2 kekuatan di parlemen. Ini yang membuat saya galau, karena ke depan tarik-tarikan antara kedua kubu ini bisa memupus kesempatan baik kita 5 tahun ke depan

Ada isu-isu  yang masih kita tunggu untuk melihat bagaimana trend ke depan 5 tahun, yang penerawangan saya suram.  Mudah-mudahan pencerahan kecil dari seorang warganegara ini bisa membuka akal sehat kita, dan kita berdebat untuk mencari jalan terbaik. Setelah isu pilkada, segera terjadi perebutan pimpinan DPR /MPR, dengan mudah koalisi merah putih dengan perbandingan 420:120 suara akan memenangkannya. 

Di balik usul ini, ada scenario mungkin, tetapi yang jelas pro dan kontra, antara kelompok merah putih dgn partai pendukung pemerintah. Dominan di DPR, maka merah putih akan melakukan pengawasan, budget, dan legislasi sesuai dgn keinginan mereka. Ini kondisi yang sangat menyulitkan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, ruang gerak yang sangat terbatas sekali untuk wujudkan program yang telah dijanjikan. Jika UU ini gol, maka gampang diprediksi apa yang akan terjadi dalam politik nasional kita 5 tahun ke depan, ini acuan dalam pilkada kita. 

Maka muncul perlawanan dari kelompok pemenang pilpres, bahkan ancaman people power pun dilontarkan untuk menentang merah putih. Para intelektual maupun media pendukung pun mulai melontarkan opini untuk menetang merah putih, terjadi perdebatan. Saya sendiri pengamat independen, mencoba berbagi perspektif bagaimana seharusnya kita menyikapi debat ini secara proporsional

Pertama, ini sudah mengarah ke debat kusir, seperti kita berdebat membangun kamar di rumah tanpa melihat blue print keseluruhan.  Kita berdebat, atau media membentuk opini bahwa akan terjadi kemunduran dalam demokrasi kita, atau hak rakyat akan dirampas dengan system orba. Kita perlu melihat debat ini secara holistic, di sana ada system pemilihan, fungsi kepala daerah, keterkaitan dgn sistem administrasi Negara Kesatua Republik Indonesia. 

Sejak reformasi, system otonomi (provinsi, kabupaten/kota) kita ini anomaly, tidak jelas pembagian fungsi (tupoksi) dalam kaitan NKRI.  Bisa dimengerti, setelah jatuhnya Pak Harto euphoria terjadi di mana-mana, pokoknya semua system lama buruk dan harus diganti. Oke saja, apabila kita tahu bentuk seperti apa yang kita inginkan, dan kita membuat suatu system dengan rujukan empiric
.
            Kita perlu lihat, bagaimana Negara-negara  di dunia membangun system administrasi dari pusat sampai ke unit terkecil. Setelah kita pahami dengan baik barulah kita membangun bagaimana pemilihan akan dilakukan, dari mulai presiden sampai lurah. Ini yang tidak muncul dari pengamatan saya terhadap pemberitaan media maupun pendapat para ‘pakar’ sehingga kita berdebat sesuatu yang tidak kita pahami.

            Kata orang, seperti tunanetra berdebat tentang gajah, dengan pendapat masing-masing dan ngotot pula, dengan semangat menang-menangan. Kedua, mari kita lihat bagaimana system administrasi pemerintahan di Negara-negara lain dan bagaimana pula mereka memilih pemimpinnya. Saya menyimpulkan, metoda apapun sah-sah saja: apakah dipilih langsung atau dipilih oleh DPRD semuanya memiliki rujukan empiric. Tidak ada soal demokratis atau tidak, perampokan suara rakyat atau tidak, krn ini semata-mata hanya salah satu metoda memilih pemimpin.

Yang suka bikin saya kesal adalah para 'pakar' yang klaim seolah dia tahu semua dan kita raykat ini kumpulan orang tolol.  Debat ini tidak melihat (1) sistem administrasi pemerintah dengan konsep otonomi,  tidak pula bahas (2) aspek tupoksi dan (3) koordinasi  dalam sistem NKRI.

Mari kita mulai tilik di 3 negara: Jerman, Prancis, dan Polandia yang mudah-mudahan mencerahkan kita dan debat pun menjadi rasional dan sehat. Di Jerman, ada pemilu nasional  untuk memilih DPR dan ada pula pemilu untuk memilih DPRD, di sini Presiden dipilih oleh DPR dan DPRD sekaligus. Di Jerman ada 16 negara bagian (provinsi) yang dipimpin oleh Lander atau gubernur,  gubernur ini dipilih oleh DPRD.

Pemerintahan provinsi (state) di Jerman, pegawainya sedikit sekali, karena tupoksinya mengawasi program pembangunan pusat, dana APBN dan jalannya Undang-undang . Di negeri kita, semua gubernur memiliki puluhan ribu pegawai,  DKI saja ada lebih 60 ribu untuk fungsi yang tumpang tindih dan tidak jelas.  Tidak hanya di DKI, di hampir semua provinsi begitu, fungsi koordinasi memerlukan ribuan orang, ini memalukan!.

Jika fungsi gubernur hanya koordinasi, sebagai tangan pusat untuk pengawasan dana, program dan Undang undang,  naif sekali diperlukan 67 ribu pegawai.  Ini menyangkut system administrasi dan otonomi yang tidak jelas, tetapi kita tahu di setiap provinsi atau kota/kabupaten banyak uang di situ.  Banyak jabatan yang perlu diciptakan untuk bagi-bagi kepada teman, keluarga, entah siapapun untuk kepentingan-kepentingan yang tidak sesuai. Karena ‘power’ itu pula pemilihan anggota DPR, DPRD itu ‘berdarah-darah’ all-out karena di sinilah letak kepentingan itu. 

Mari kita lanjutkan, kita masih di Jerman, di sini ada 403 pemerintahan yang otonom, kurang lebih seperti di negeri kita kota dan kabupaten. Pada tingkat unit tingkat 2 ada dewan kota, anggota DPRD dipilih lansung oleh rakyat, tetapi walikota dipilih DPRD saja, kecuali di Hesse.  Jangankan walikota atau bupati, presiden pun di Jerman ini cuma dipilih oleh DPR plus semua DPRD, maklum system federal. 

Mari kita lihat di Prancis, di sini ada 27 regions, atau provinsi, dan DPRD di sini baru pemilihan langsung oleh rakyat mulai Maret 1986. Di negeri anggur ini, juga ada atau bupati sebagai badan eksekutif, dan hanya dipilih oleh DPRD, untuk masa jabatan 6 tahun. Di Polandia, ada 16 voivode atau gubernur, yang membawahi 379 powiats (kota/kabupaten) dan 2479 kecamatan (gmina)

Unik, di negeri tempat saya bertugas sebelum pensiun PNS ini ada 2 jenis gubernur, ini berkaitan dengan system administrasi/tupoksi. Gubernur jenis pertama disebut voivode yang ditunjuk oleh perdana menteri, dari partai pemerintah berkuasa (dan koalisi). Tupoksinya: mengawasi dana APBN dan program pusat, UU nasional, dan dana pinjaman dari Uni Eropa, beda dengan kompetensi gubernur kedua. Gubernur kedua disebut sejmik, dan ini dipilih oleh DPRD, dia diberi title marszalek, dengan tupoksi koordinasi pembangunan daerah tingkat  II.

Bagaimana dengan walikota atau bupati? Sejak reformasi, walikota (burmistrz) dipilih langsung oleh rakyat untuk 4 tahun jabatan. Walkota atau bupati boleh menunjuk wakil jika perlu, bila penduduk lebih 100 ribu title-nya ‘presiden’ atau ‘mayor’ dalam bahasa Inggeris.  Walikotq/bupati tidak bisa dipecat DPRD, kecuali oleh referendum oleh rakyat, atau oleh perdana menteri karena melanggar Undang-Undang (UU). 

            Nah, pelajaran apa yg kita tarik dari system penyelenggaraan pemerintahan sekaligus system pemilihannya? Jika merah putih ingin kembalikan ke DPRD sah-sah saja, dan ada rujukan pengalaman ratusan tahun di Eropa, dan ini juga demokratis kok.  My point is, system pilkada ini harus dikaitkan langsung dengan system pemerintahan nasional dalam tingkatan dan fungsi yang jelas. Point ke-2, sistem apapun yang dipakai seyogianya lnh fokus pada penajaman kompetensi dan fungsi untuk tujuan pembangunan dan pelayanan. 

            Point ketiga, jika kembali ke sistem pilkada DPRD juga wajar, setelah reformasi 15 tahun kita bisa menilai baik atau tidak sistem sekarang. Pencarian metoda terbaik harus tetap kita lakukan, dengan perbaikan-perbaikan sehingga tujuan reformasi tercapai. Akal sehat saya, jika sistem lama banyak mudarat dapat manfaat, why not kembali ke sistem pilkada DPRD, tetapi fokus pada system dan fungsi.

Dan, harus bersendikan pada NKRI, system pengawasan dan transparasi serta tujuan dari system demokratis apapun yang kita terapkan. Keempat, perdebatan apapun dalam isu-isu ke depan itu harus dilihat dalam perspektif luas, dan jangan asal debat kusir. Di sini, peran media untuk pencerahan dan pendidikan politik serta para ‘pakar’ jangan ‘asal bacot’ yang ‘ilmiah’ dikit dong. Dan kita tetap dalam perspektif membangun negeri ini dengan gunakan akal sehat, mau belajar dari kegagalan ratusan tahun negeri-negeri lain. Jangan biarkan Republik ini tersandung berkali-kali, ibarat keledai yang jatuh berkali-kali di lobang yang sama. END

1 komentar:

  1. KABAR BAIK!!!

    Nama saya Lady Mia, saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman agar sangat berhati-hati,

    karena ada penipuan di mana-mana, mereka akan mengirim dokumen perjanjian palsu kepada Anda dan mereka akan mengatakan tidak ada pembayaran di muka, tetapi mereka adalah penipu , karena mereka kemudian akan meminta pembayaran biaya lisensi dan biaya transfer, jadi berhati-hatilah terhadap Perusahaan Pinjaman yang curang itu.

    Perusahaan pinjaman yang nyata dan sah, tidak akan menuntut pembayaran konstan dan mereka tidak akan menunda pemrosesan transfer pinjaman, jadi harap bijak.

    Beberapa bulan yang lalu saya tegang secara finansial dan putus asa, saya telah ditipu oleh beberapa pemberi pinjaman online, saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan menggunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman yang sangat andal bernama Ms. Cynthia, yang meminjamkan saya pinjaman tanpa jaminan sebesar Rp800,000,000 (800 juta) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa konstan pembayaran atau tekanan dan tingkat bunga hanya 2%.

    Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya terapkan dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan.

    Karena saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik jika dia membantu saya dengan pinjaman, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman dengan mudah tanpa stres atau penipuan

    Jadi, jika Anda memerlukan pinjaman apa pun, silakan hubungi dia melalui email nyata: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dan atas karunia Allah, ia tidak akan pernah mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda mematuhi perintahnya.
    Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: ladymia383@gmail.com dan Sety yang memperkenalkan dan memberi tahu saya tentang Ibu Cynthia, ini emailnya: arissetymin@gmail.com

    Yang akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran cicilan pinjaman saya yang akan saya kirim langsung ke rekening perusahaan setiap bulan.

    Sepatah kata cukup untuk orang bijak.

    BalasHapus