Berikut ini adalah cerita #mistis dari Tukang Ojek Cilebut yang dapat info dari Ki Gombloh tentang kejutan setelah ayam berkokok besok pagi.
Terbakarnya lereng Lawu menjelang proklamasi menurut Ki Gombloh dari Cilebut membawa dua makna. Dalam tradisi Kejawen sudah umum diketahui bahwa gunung Lawu merupakan tempat muksa Prabu Brawijaya V, raja terakhir Majapahit. Dalam perjalanan muksa di gunung Lawu, Brawijaya ditemani Sabdopalon dan Nonyogengong. Keduanya menunggui sang raja.
Setelah Brawijaya muska, Sabdopalon dan Noyogengong terus bergerilnya untuk balas dendam atas kekalahan Majapahit oleh Demak. Kedua telah bersumpah sampai kapanpun akan membalas dendam atas nama Brawijaya. Maka keduanya mencari bidak untuk melakukannya. Ditemukanlah oleh keduanya bocah tukang ngarit/cari rumput untuk kerbau bermoncong petak. Bocah inilah yang kemudian diutus. Bocah tukang ngarit itu bernama Damarwulan. Wajahnya ndeso dengan mulut agak manyun. Tapi wajah tipe ini yang diperlukan untuk mengelebahui.
Maka Damarwulan diutus oleh Sabdopalon Noyogengong untuk mengabdi pada pemilik kerbau hingga yang pemilik kepincut. Sampai akhirnya Damarwulan diangkat menjadi anak angkat oleh pemilik kerbau, seorang janda lemu ginuk-ginuk. Kebetulan ada pemilihan lurah baru. Si janda lemu ginuk-ginuk tak bisa maju lagi karena tak menjual. Maka diutuslah Damarwulan untuk maju.
Damarwulan yang sudah mendapatkan kekuatan gaib dari Sabdo Nonyo, maju ke pentas pemilihan dibantu raksasa rambut pirang. Dengan berbagai macam cara akhirnya Damarwulan mengalahkan Satria Biji Salak. Tapi kemenangan Damarwulan digugat. Maka besok adalah hari penetuan itu. Gunung Lawu telah terbakar lerengnya, sebagaimana hasil terangan Ki Gombloh, ini dua pertanda : Pertanda pertama, Sabdo Nonyo marah kerena besok ada kejutan untuk Damarwulan. Maka mereka mau membakar apa saja, pertanda kedua, ada kekuatan maha dahsyat yg mampu menangkal kekuatan gaib Sabdo Nonyo sampai berdampak pada terbakarnya lereng Lawu.
Kedua pertanda tersebut menurut Ki Gombloh ujungnya sama: api yang membakar salah satu pusat Kejawen/gunung Lawu. Maka sebagaimana pesan Ronggowarsito, hanya orang yang waspada yang selamat dari api. Waspada. Waspada.
SEKIAN
Terbakarnya lereng Lawu menjelang proklamasi menurut Ki Gombloh dari Cilebut membawa dua makna. Dalam tradisi Kejawen sudah umum diketahui bahwa gunung Lawu merupakan tempat muksa Prabu Brawijaya V, raja terakhir Majapahit. Dalam perjalanan muksa di gunung Lawu, Brawijaya ditemani Sabdopalon dan Nonyogengong. Keduanya menunggui sang raja.
Setelah Brawijaya muska, Sabdopalon dan Noyogengong terus bergerilnya untuk balas dendam atas kekalahan Majapahit oleh Demak. Kedua telah bersumpah sampai kapanpun akan membalas dendam atas nama Brawijaya. Maka keduanya mencari bidak untuk melakukannya. Ditemukanlah oleh keduanya bocah tukang ngarit/cari rumput untuk kerbau bermoncong petak. Bocah inilah yang kemudian diutus. Bocah tukang ngarit itu bernama Damarwulan. Wajahnya ndeso dengan mulut agak manyun. Tapi wajah tipe ini yang diperlukan untuk mengelebahui.
Maka Damarwulan diutus oleh Sabdopalon Noyogengong untuk mengabdi pada pemilik kerbau hingga yang pemilik kepincut. Sampai akhirnya Damarwulan diangkat menjadi anak angkat oleh pemilik kerbau, seorang janda lemu ginuk-ginuk. Kebetulan ada pemilihan lurah baru. Si janda lemu ginuk-ginuk tak bisa maju lagi karena tak menjual. Maka diutuslah Damarwulan untuk maju.
Damarwulan yang sudah mendapatkan kekuatan gaib dari Sabdo Nonyo, maju ke pentas pemilihan dibantu raksasa rambut pirang. Dengan berbagai macam cara akhirnya Damarwulan mengalahkan Satria Biji Salak. Tapi kemenangan Damarwulan digugat. Maka besok adalah hari penetuan itu. Gunung Lawu telah terbakar lerengnya, sebagaimana hasil terangan Ki Gombloh, ini dua pertanda : Pertanda pertama, Sabdo Nonyo marah kerena besok ada kejutan untuk Damarwulan. Maka mereka mau membakar apa saja, pertanda kedua, ada kekuatan maha dahsyat yg mampu menangkal kekuatan gaib Sabdo Nonyo sampai berdampak pada terbakarnya lereng Lawu.
Kedua pertanda tersebut menurut Ki Gombloh ujungnya sama: api yang membakar salah satu pusat Kejawen/gunung Lawu. Maka sebagaimana pesan Ronggowarsito, hanya orang yang waspada yang selamat dari api. Waspada. Waspada.
SEKIAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar